Banyak bukti dan fakta bahwa disekitar kita sebenarnya sudah banyak karya yang dapat dilihat dan dijadikan contoh dalam kehidupan nyata sebagai karya diakonia gereja. Merujuk lintas denominasi gereja kita dapat melihat contoh yang suatu saat dapat menjadi rujukan atau bahan studi banding pengembangan diakonia gereja yang selama ini hampir tidak pernah diadopsi untuk dikembangkan sebagai bidang program praktis oleh gereja-gereja katolik.
- Diakonia Pertanian Romo Gregorius Utomo Pr Gereja HKTY Ganjuran. Telah dikembangkan yang secara konsisten telah mengembangkan diakonia pertanian organik melalui LSM STPN HPS (Serikat Tani dan Nelayan Peringatan Hari Pangan Sedunia). Pelayanan beliau ini tidak hanya diitingkat lokal tetapi sudah berkiprah secara nasional, bahkan dalam ranah kebijakan pertanian nasional. Disekitar wilayah Ganjuran sendiri beliau lebih dikenal sebagai ahli pertanian yang sangat mumpuni, tidak sekedar urusan sertifikasi lahan tetapi lebih dari itu mengenai penerapan prinsip dasar pola pertanian organik lebih diutamakan. Gerakan pertanian yang dikembangkan beliau sangat mengisnpirasi pola pertanian dan pola konsumsi hidup sehat oleh banyak orang untuk hidup secara “back to nature”. Begitu pula dalam ranah budaya, karena keberadaan gereja HKTY Ganjuran didaerah basis pertanian maka sampai sekarang gereja juga aktif melakukan ritual tahunan pesta panen yang sekaligus menjadi agenda pemerintah setempat.
- Diakonia Pertanian di GKJ Jodhog dan GKJ Sidomulyo. Gerakan pertanian yang dipimpin oleh Bapak Pendeta Harjono, S.Th dan Bpk. Corvinus Wahyu Nugroho, S. Th. Duet dua Pendeta Gereja ini secara langsung mengajak petani disekitarnya untuk mengembangkan pertanian organik. Tidak hanya kotbah di gereja, beliau juga aktif melakukan kotbah pertanian organik di sawah bersama para petani. Tidak selesai disitu saja, bahkan beliau juga menampung semua hasil pertanian organik untuk dipasarkan sebagai salah satu kegiatan pelayanan gereja.
- Diakonia Disaster Mitra Kasih Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th GKJ Purworejo mengajak lebih dekat pada realitas sosial ”menjadi sahabat bagi sesama, berlandaskan kasih agape”. Bermula saat bencana alam tanah longsor, ratusan rumah roboh dan rusak, juga jiwa manusia menjadi korban keganasan alam. Tercatat lebih dari 79 orang meninggal dunia. Daerah yang paling parah adalah wilayah Kemanukan, Pacekelan, dan Hulosobo. Akibatnya, daerah-daerah miskin yang secara bersamaan muncul endemik malaria itu menjadi hidupnya semakin sengsara. Korban yang perlu ditolong kebanyakan adalah wanita dan anak-anak. Menanggapi hal itu kelompok kerja Diakonia GKJ Purworejo hadir. Minggu dinihari bencana datang, maka Senin pagi sudah berada di lapangan untuk memberikan bantuan sesuai kemampuan: menyusuri dan mencari korban, memberikan bahan makanan, dan membantu di bidang kesehatan. Akhirnya spektrum pelayanan diperluas khususnya warga gereja untuk aktif ambil bagian dalam pelayanan masyarakat umum melalui YDM ”Mitra Kasih”. Keterlibatan warga gereja itu meliputi: kesediaan menjadi relawan, dan dukungan materi ataupun uang. Mencari rekan pelayanan yang bisa diajak ambil bagian dalam pelayanan YDM Mitra Kasih. Di tengah tuntutan karya pelayanan yang semakin berat, sementara kemampuan diri amat terbatas, ternyata Tuhan mempertemukan relawan CWS (Church World Service) cabang Indonesia, yang berkedudukan pusatnya di New York Amerika Serikat. Bahkan terakhir GKJ Purworejo memiliki rumah diakonia yang sanggup untuk bekerjasama dalam pengembangan diakonia masyarakat.
- Diakonia Air Romo Vincentius Jumakir Kirjito, dari Pastoran Muntilan. Siapa tidak mengenal Romo Kirjito, sapaan akrabnya, beliau selalu terdepan dalam mengkritisi karusakan alam di kawasan Gunung Merapi dan rutin meneliti beragam air dari air hujan sampai kemasan. Beliau berhasil menghentikan kerusakan lingkungan terutama kerusakan terhadap sumber air dari penambangan pasir di kawasan Merapi. Beliau mengatakan parokinya dijadikan sebagai laboratorium untuk mempelajari alam, budaya dan kesenian. Lebih dari 8.000 orang telah mendapat pelajaran berharga dari program yang dijalankan Romo Kirjito, baik orang Indonesia maupun dari mancanegara seperti dari Australia, Hong Kong, India, Korea Selatan, Belanda, AS, Jerman dan Polandia. Pelayanan Romo yang satu ini diakui oleh masyarakat setempat bagaimana mensikapi kehidupan sehingga banyak membawa manfaat dan menyadarkan arti hidup bersama alam. Diakonia air dikembangkan dalam hidup dan juga dalam budaya sehingga setiap tahun diperingati dengan hari air yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dari lintas agama juga turut mengambil bagian dalam budaya ini.
- Diakonia Perkotaan Romo Mangunwijaya Pr. Peristilahan perkotaan disini maksudnya bahwa diakonia yang telah dilakukan beliau tersita pada permasalahan perkotaan walaupun juga masih ada konsentrasi didesa juga, namun secara umum memuat sarat makna akan permasalahan kompleksitas masalah perkotaan didalamnya. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 – meninggal di Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun), dikenal sebagai rohaniawan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik. Selain aktif menjadi rohaniawan, beliau juga dikenal sebagai penulis, budayawan, arsitek, dan aktivis pembela kaum kecil. Dalam bidang sastra, dia banyak menelurkan karya-karys essai dan novel. Salah satu novelnya yang terkenal adalah ‘Burung-Burung Manyar’. Bahkan berkat keseriusannya buku ‘Buku Sastra dan Religiositas’ yang ditulisnya mendapatkan penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982. Dalam bidang arsitektur, dia dinobatkan sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Penghargaan Aga Khan Award pernah diterimanya sebagai apresiasi tertinggi atas karya arsitektural rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Sementara ’teriakannya’ untuk orang miskin, dia suarakan melalui pendidikan. Dia membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar /DED dan membangun SD bagi anak-anak korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta. Sekilas meninggalkan kesan termanis akan karya beliau terutama dalam mengentaskan warga miskin dan kumuh menjadi warga yang sejajar dengan warga masyarakat lainnya. Begitu banyak dinamika dalam gereja dan diluar gereja. Banyak resistensi dan juga harapan yang begitu besar dari dalam gereja namun disisi lain hal inilah yang perlu disikapi bersama bahwa gereja juga memang memiliki banyak aturan pelayanan, namun sebaiknya gereja mestinya berbenah dan mau membuka diri itulah yang sebenarnya dinantikan beliau dan banyak orang.
- Diakonia Pendidikan Franz Magnis-Suseno. Beliau seorang rohaniawan Katolik dari Ordo Serikat Yesus (SJ). Pria 75 tahun ini datang ke Indonesia pada tahun 1961, selepas menyelesaikan S2 filsafat di Hochschule fur Philosophie di Pullach, Jerman.Saat ini beliau masih menjabat sebagai direktur program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Buah karya pemikirannya diabadikan dalam buku ‘Etika Politik’, referensi mahasiwa. Bukunya ilmu politik dan filsafat di Indonesia. Romo Magnis sangat concern alias peduli pada budaya Jawa. Banyak karya tulis yang telah dituliskannya seperti ‘Etika Jawa’ ditulisnya setelah ia selesai menjalankan tahun sabbat di Paroki Sukoharjo, Jawa Tengah. Dia menulis sekitar 25 buku di bidang filsafat, etika, dan pandangan hidup orang Jawa. Pada tahun 2002, dia menerima gelar Doctor Honoris Causae dalam teologi dari Universitas Luzern di Swiss. Sampai sekarang pandangan beliau terhadap dunia pendidikan di Indonesia masih sangat tajam.
- Diakonia Budaya Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J. atau lebih dikenal dengan nama pena Sindhunata. Pria kelahiran Kota Batu, Jawa Timur 12 Mei 1952 adalah seorang imam Katolik yang memiliki dedikasi tinggi untuk umat. Termasuk anggota Yesuit, readkstur majalah kebudayaan “BASIS”. Perjalanan karirnya berawal sebagai wartawan Harian Kompas, cenderung menulis tentang sepak bola, dan masalah kebudayaan. Namun Sindhunata mungkin lebih dikenal sebagai penulis. Novelnya yang terkenal adalah “Anak Bajang Menggiring Angin” tahun 1983, yang diterbitkan oleh Gramedia.
selain paparan diatas sebenarnya masih banyak celah yang dapat menjadi perhatian gereja-gereja dan bukan hanya tergantung pada personality saja tetapi juga dapat menggerakkan energi besar yang dimiliki oleh seluruh jemaatnya.
Yogyakarta, 31 Mei 2019